Sejarah Kerajaan Majapahit : Raja, Kehidupan, Peninggalan, Masa Kejayaan dan Keruntuhannya

Posted on

Sejarah Kerajaan Majapahit – Terdapat banyak kerajaan hindu buddha di Indonesia, salah satu kerajaan tersebut adalah kerajaan majapahit. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang dari Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meski wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.

Letak kerajaan majapahit berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri sekitar tahun 1293-1500 M. Kerajaan majapahit mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350-1389.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Samudra Pasai

Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit

Sebelum berdirinya Majapahit, Kerajaan Singasari sudah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singasari yang terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.

Pada saat itu, Jayakatwang yang merupakan adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan pada Raden Wijaya, menantu Kertanegara yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban surat tersebut disambut dengan senang hati. Raden Wijaya lalu diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan tersebut dan membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa “pahit” dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar bisa pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.

Tanggal pasti kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Raden Wijaya dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah, beberapa orang tepercaya Kertarajasa, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia bisa mencapai posisi tertinggi dalam pemerintahan. Akan tetapi, setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara lalu dihukum mati. Raden Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Kutai

Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang berarti “penjahat lemah”. Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit hingga kematian ibunya pada tahun 1350. Kemudian kekuasaannya diteruskan oleh putranya bernama Hayam Wuruk.

Raja-Raja Kerajaan Majapahit

Berikut ini daftar nama raja yang pernah memerintah kerajaan Majapahit, diantaranya yaitu:

  • Raden Wijaya dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309)
  • Kalagamet dengan gelar Sri Jayanagara (1309-1328)
  • Sri Gitarja dengan gelar Tribhuwana Wijayatunggadewi(1328-1350)
  • Hayam Wuruk dengan gelar Sri Rajasanagara (1350-1389)
  • Wikramawardhana (1389-1429)
  • Suhita dengan gelar Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447)
  • Kertawijaya dengan gelar Brawijaya I(1447-1451)
  • Rajasawardhana dengan gelar Brawijaya II (1451-1453)
  • Purwawisesa atau Girishawardhana dengan gelar Brawijaya III (1456-1466)
  • Bhre Pandansalas atau Suraprabhawa dengan gelar Brawijaya IV (1466-1468)
  • Bhre Kertabumi dengan gelar Brawijaya V (1468-1478)
  • Girindrawardhana dengan gelar Brawijaya VI (1478-1498)
  • Patih Udara (1498-1518)

Baca Juga : Pengertian Sejarah

Kehidupan Politik Kerajaan Majapahit

Kehidupan politik kerajaan majapahit banyak dipenuhi oleh pemberontakan dari orang dalam kerajaan. Pada saat pemerintahan Raden wijaya, banyak terjadi pemberontakan seperti pemberontakan yang dilakukan oleh Ranggalawe, Sora, Nambi dan pemberontakan lainnya dengan bertujuan untuk menggulingkan Raden Wijaya dari tahtanya, tapi dengan kecakapannya, pemberontakan tersebut dapat dipadam. Akhirnya, Raden Wijaya meninggal pada tahun 1309 M.

Setelah Raden Wijaya meninggal, ia digantikan oleh anaknya yang berumur 15 tahun bernama Jayanegara. Tidak seperti sang ayah, Jaya negara tidak ahli dalam memimpin kerajaan sehingga ia mendapat julukan Kala Jemet yang artinya lemah dan jahat.

Pada saat Jayanegara memerintah kerajaan, terjadi pemberontakan dari orang kepercayaannya. Salah satu pemberontakan tersebut dipimpin oleh Ra Kuti dan pemberontakan tersebut hampir saja menggulingkan pemerintahannya, namun Gajah Mada nethasil menangani pemberontakan tersebut dan menyelamatkan Jayanegara ke sebuah desa bernama Badander. Namun sayangnya, Jayanegara berhasil dibunuh oleh seorang tabib bernama Tancha yang mengobatinya karena tabib tersebut dendam terhadap Jayanegara. Gajah Mada lalu menangkap dan membunuh Tancha.

Karena tidak memiliki keturunan, posisi Jayanegara digantikan oleh adiknya bernama Gayatri dengan gelar Tribuana Tunggadewi (1328-1350). Pada masa pemerintahannya juga terjadi pemberontakan. Pada tahun 1331 M, terjadsi pemberontakan di daerah Sedeng dan Keta di Jawa Timur. Namun lagi, Gajah Mada dapat mengatasi hal tersebut. Atas jasanya, Gahjah Mada diangkat menjadi Mahapatih Majapahit. Gajah Maja pernah bersumpah yang dikenal dengan Sumpah Palapa, bunyi sumpah palapa yaitu “Gajah Mada pantang bersenang-senang sebelum menyatukan nusantara”. Pada tahun 1950 M, Tribuana Tunggadewi meninggal.

Selanjutnya, pemerintahan dipegang oleh Hayam Wuruk (1350-1389 M). Pada pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami masa keemasan atau masa kejayaan. Hal tersebut ditandai dengan luas wilayah kekuasaannya yang setara dengan luas Indonesia saat ini, selain itu ditambah dengan pengaruh majapahit di beberapa negara di Asia tenggara. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, karya sastra juga berkembang pesat diantaranya kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca, kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Pada tahun 1364, Hayam Wuruk meninggal dan jabatannya dibiarkan kosong selama 3 tahun. Setelah iu, Mahapatih Majapahit digantikan oleh Gajah Enggon pada tahun 1367 dan Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389 M.

Baca Juga : Historiografi

Setelah Hayam Wuruk meninggal, Maja Pahit berangsur mengalami penurunan, ditambah lagi kondisi politik yang tidak stabil. Pemerintahan dipegang oleh KusumaWardhani yang menikah dengan Wikramawardhana yang merebut tahta dari saudara tirinya (anak laki-laki Hayam Wuruk dari selir bernama Wirabhumi). Perang tersebut dikenal dengan nama Perang Paregreg. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Wikramawardhana lalu Wirabhumi ditangkap dan dibunuh. Akibat perang tersebut, banyak daerah kekuasaan majapahit yang melepaskan diri. Setelah Wikramawardhana, raja yang memerintah Majapahit diantaranya yaitu:

  • Suhita dengan gelar Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447)
  • Kertawijaya dengan gelar Brawijaya I(1447-1451)
  • Rajasawardhana dengan gelar Brawijaya II (1451-1453)
  • Purwawisesa atau Girishawardhana dengan gelar Brawijaya III (1456-1466)
  • Bhre Pandansalas atau Suraprabhawa dengan gelar Brawijaya IV (1466-1468)
  • Bhre Kertabumi dengan gelar Brawijaya V (1468-1478)
  • Girindrawardhana dengan gelar Brawijaya VI (1478-1498)
  • Patih Udara (1498-1518)

Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Majapahit

Lokasi yang strategis dan menjadi pusat perdagangan di Jawa, Majapahit menjadi kerajaan dengan mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang. Selain itu ada pula penduduk bermata pencaharian lain seperti pengrajin emas, pengrajin perak hingga tukang daging.

Komoditas Ekspor kerajaan majapahit berupa hasil alam seperti lada, garam, kain, dan burung kakak tua. Sengakan komoditas impornya yaitu seperti mutiara, emas, perak, keramik, dan barang-barang dari besi.

Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan ekonomi kerajaan majapahit yaitu lembah sungai Brantas dan bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur yang sangat cocok untuk dijadikan sebagai lahan tanam padi dengan infrastruktur yang memudahkan seperti saluran irigasi.

Kehidupan Kebudayaan Kerajaan Majapahit

Pada saat itu, kebudayaan penduduk Majapahit sudah sangat maju. Hal tersebut ditandai dengan perayaan keagamaan yang dirayakan setiap tahun. Sedangkan seni dan sastra yang sangat maju juga berperan dalam kehidupan budaya masyarakat Majapahit. Dari semua bangunan, tidak ada tiang-tiang yang luput dari ukiran halus dan warna yang indah.

Menurut seorang pendeta dari Italia yang bernama Mattiusi yang singgah ke Majapahit, ia melihat Majapahit yang sangat luar biasa. Istana raja sangat besar serta tangga dan bagian dalam ruangannya berlapis emas dan perak bahkan atapnya juga bersepuh emas.

Kehidupan Pemerintahan Kerajaan Majapahit

Pada masa pemerintahan Hayam wuruk, sistem pemerintahan kerajaan majapahit dan birokrasi berjalan teratur sesuai dengan pembagian yang telah dilakukan. Sistem Birokrasi kerajaan majapahit saat itu yakni:

Baca Juga :  Sejarah Organisasi Budi Utomo

  • Raja dianggap sebagai jelmaan dewa dan berhala untuk memegang otoritas tertinggi dalam kerajaan.
  • Rakryan Mahamantri Kartini dijabat oleh putra raja.
  • Rakryan Mantri ri Pakiran-kiran atau dewan menteri yang mengatur pemerintahan. Didalamnya terdapat seorang pejabat yang setingkat dengan Perdana Menteri yang disebut dengan Rakryan Mahapatih atau Patih Mangkhubumi. Adapula dewan pertimbangna dengan anggota sanak saudara raja yang disebut dengan Bhattara Saptaprabu.
  • Dharmadyaksa yaitu pejabat hukum pemerintahan
  • Dharmaupattati yaitu pejabat keagamaan.

Pembagian wilayah Kerajaan Majapahit yang dilakukan oleh Hayam Wuruk yaitu:

  • Bhumi yaitu kerajaan dengan dipimpin oleh raja
  • Nagara, yaitu setingkat provinsi dan dipimpin oleh rajya, natha atau bhre.
  • Watek, yaitu setingkat kabupaten dan dipimpin oleh Wiyasa
  • Kuwu, yaitu setingkat kelurahan dan dipimpin oleh lurah
  • Wanua, yaitu setingkat desa dan dipimpin oleh Thani
  • Kabuyutan, yaitu setingkat dukun dan tempat sakral.

Peninggalan Kerajaan Majapahit

Sistem Politik
Sistem politik kerajaan majapahit masih digunakan di Indonesia. Beberapa simbol kerajaan Majapahit Negara Indonesia juga berasal dari Majapahit, seperti bendera merah putih yang berasal dari warna panji kerajaan Majapahit; Bendera armada kapal perang Indonesia berupa garis-garis merah dan putih juga berasal dari warna Majapahit. Selain itu, semboyan Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tapi tetap satu jua merupakan slogan yang diambil dari kitab Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular.

Arsitektur
Majapahit berpengaruh banyak terhadap arsitektur di Indonesia hingga saat ini. Contohnya bata merah yang hingga saat ini masih digunakan. Selain itu, bentuk gerbang terbelah candi bentar yang dikaitkan dengan arsitektur Bali, merupakan peninggalan arsitek majapahit, juga Gapura Paduraksa yang beratap tinggi dan pendopo yang berlandaskan struktur bata juga masih terpengaruh arsitektur Majapahit.

Persenjataan
Pada zaman Majapahit, terjadi perkembangan cara pembuatan keris yang lebih selektif dalam pemilihan bahan juga ritualnya. Pada zaman Majapahit terjadi pula perkembangan penggunaan tombak dan meriam kapal sederhana.

Baca Juga : Perang Dingin

Karya Sastra
Banyak karya sastra dari ahli sastra kerajaan Majapahit. Selain itu, prasasti yang banyak ditemukan juga kitab karangan ahli sastra sudah cukup menggambarkan perkembangan karya sastra saat masa pemerintahan kerajaan Majapahit.

Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit

Hayam Wuruk juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350-1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.

Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.

Akan tetapi, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam bahkan mengirim dutanya ke Tiongkok.

Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Namun Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan “bela pati”, bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.

Baca Juga : PPKI

Kakawin Nagarakretagama yang disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatra ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tapi segala pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu bisa mengundang reaksi keras.

Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang. Meski penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan terkadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit tampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat itulah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.

Runtuhnya Kerajaan Majapahit

Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta.

Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.

Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405-1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.

Baca Juga : BPUPKI

Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia merupakan putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja Majapahit.

Pada saat Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Pada bagian barat kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tidak kuasa lagi membendung kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatra. Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.

Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Ranawijaya memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana hingga ia digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak yang didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi di pantai utara Jawa.

Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun 1518.

Baca Juga : Sejarah Lahirnya Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia

Dalam tradisi Jawa ada sebuah kronogram atau candrasengkala yang berbunyi sirna ilang kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. Raden Patah yang saat itu adalah adipati Demak sebetulnya berupaya membantu ayahnya dengan mengirim bala bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung, tetapi mengalami kekalahan bahkan Sunan Ngudung meninggal di tangan Raden Kusen adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya hingga para dewan wali menyarankan Raden Fatah untuk meneruskan pembangunan masjid Demak.

Hal ini diperkuat oleh prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika Patih Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan berkecamuk kembali ketika Prabu Udara meminta bantuan Portugis. Sehingga pada tahun 1518, Demak melakukan serangan ke Daha yang mengakhiri sejarah Majapahit dan ke Malaka. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi.

Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak di bawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan seorang putri China.

Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.

Baca Juga : Macam Bentuk Negara dan Kenegaraan

Kerajaan Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribu kota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.

Demikian pembahasan tentang sejarah kerajaan majapahit, raja, kehidupan, peninggalan, masa kejayaan dan keruntuhan kerajaan majapahit secara lengkap. Semoga bermanfaat dan jangan lupa ikuti postingan lainnya. Sampai jumpa